Senin, 19 Desember 2011

PENGOBATAN MASSAL DAN KARYA BHAKTI DALAM RANGKA HARI JUANG KARTIKA DAN HARI INFANTERI 2011






Upacara pelepasan Peleton Beranting Yudha Wastu Pramukha Jaya (Tonting YWPJ) TA 2011 di wilayah Korem 161/WS dilaksanakan pada Hari Sabtu (16/12) di Mako Brigif 21/Komodo-Camplong.

Sabtu, 17 Desember 2011

PASAR MURAH DALAM RANGKA MENYAMBUT NATAL DAN TAHUN BARU 2012

Korem 161/WS menggelar kegiatan Pasar Murah yang diperuntukkan untuk membantu warga Korem dan jajaran serta masyarakat dalam menyambut Hari Natal dan Tahun Baru 2012.        Kegiatan ini terlaksana berkat adanya kerjasama yang baik antara Korem dengan Dinas/Instansi Terkait di Pemda Prov. NTT dan Perum Angkasa Pura-Kupang serta dengan distributor setempat yang telah melaksanakan kegiatan yang sama diberbagai tempat.      Pasar murah akan dilaksanakan selama 2 hari di dua tempat yaitu di Asr. Kuanino dan Makorem 161/WS.        Dalam sambutan Danrem 161/WS pada saat pembukaan Pasar Murah hari Jumat (16/12) yang dibacakan  Kasrem 161/WS, Letkol Inf Aminudin disampaikan bahwa pasar murah ini diharapkan dapat membantu seluruh personel jajaran Korem 161/WS baik militer maupun PNS serta masyarakat sekitar dalam menyambut Hari Natal dan Tahun Baru nantinya.          Disamping itu, kegiatan ini diharapkan sebagai wahana untuk menjalin tali kasih dan silahturahmi yang baik antara sesama prajurit maupun prajurit dengan masyarakat guna meningkatkan Kemanunggulan TNI dan Rakyat.         Sebelum Pasar Murah dibuka, seluruh personel yang hadir melaksanakan senam aerobik di Lap. Sepakbola Asr Kuanino dan dilanjutkan dengan pertandingan sepakbola dan voli antar Makorem dengan Gabungan Balak Aju Korem.   Dalam kesempatan itu juga, Kasrem 161/WS secara simbolis menyerahkan bantuan sebagai tali kasih kepada warakawuri dan perwakilan media massa (pen)

KOREM 161/WS GELAR KARYA BHAKTI PEMBERSIHAN DI SD AUTIS ST MARIA ASSUMPTA PASCA KEBAKARAN


Dalam rangka membantu proses pemulihan kondisi SD Autis Assumpta yang mengalami musibah kebakaran belum lama ini, Jumat (16/12) pk 16.30 Wita karena akibat adanya hubungan arus pendek maka personel gabungan Makorem 161/WS, Kodim 1604 dan Koramil 1604-01/Kupang bersama-sama dengan masyarakat sekitar dibawah pimpinan Dankimarem 161/WS, Kapten Inf Karsi keesokan harinya, Sabtu (17/12) melaksanakan pembersihan di lokasi kejadian dan memindahkan bahan administrasi dan materiil ke tempat yang lebih aman khususnya kelas yang tidak mengalami kebakaran.    Kegiatan ini diharapkan dapat membantu meringankan beban moral pengurus dan penghuni khususnya murid-murid yang akan menerima raport. (pen)

DANREM 161/WS TINJAU LOKASI KARYA BHAKTI DI DS SIKUMANA KEC. ALAK-KUPANG

 Dalam rangka menyambut Hari Natal dan Tahun Baru 2012, Korem 161/WS akan menyelenggarakan karya bhakti rehabilitasi ruang kelas SD Swasta Generasi Bangsa-Kupang yang dikelola oleh Yayasan Bina Kasih Bukit Sion (Panti Asuhan Syalom) dan pembangunan Gereja Agape di Ds Sikumana Kec. Alak-Kupang dimana peletakan batu pertama untuk pembangunan Gereja rencananya akan diletakkan secara simbolis oleh Danrem 161/WS, Kolonel Inf Edison Napitupulu pada Hari Selasa (20/12) yang akan datang.
         Disamping itu, kegiatan karya bhakti lainnya adalah penanaman pohon disepanjang jalan masuk Panti Asuhan Syalom sampai dengan Gereja dengan pohon terembesi dengan harapan memasuki musim penghujan kali ini, pohon akan tumbuh dengan baik sehingga bermanfaat untuk masyarakat sekitarnya.     Setelah memimpin Upacara Hari Juang Kartika dan menghadiri undangan di Kantor Gubernur NTT pada Hari Sabtu (17/12), Danrem 161/WS, Kol. Inf Edison Napitupulu meninjau secara langsung lokasi dan kesiapan penyelenggaraan karya bhakti di Ds Sikumana Kec. Alak-Kupang (pen)

Kamis, 01 Desember 2011

MAKALAH DANREM 161/WS


PEMBERDAYAAN WILAYAH PERTAHANAN DI PERBATASAN 
 RI – RDTL GUNA MEMBANGUN KETAHANAN SOSIAL
MELALUI  PENDEKATAN EKONOMI

Oleh:
Kolonel Inf Edison Napitupulu

1.         Latar Belakang.
Korem 161/Wira Sakti sebagai satuan pelaksana dan operasional Kodam IX/Udayana memiliki Tugas Pokok menegakkan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia di wilayah Nusa Tenggara Timur dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara dalam rangka mendukung tugas pokok Kodam IX/Udayana. Selanjutnya sebagai pelaksana tugas dan fungsi Departemen Pertahanan (PTF Dephan) di wilayah maka tugasnya adalah menyusun Rencana Umum Tata Ruang wilayah pertahanan disinerjikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah NTT. Rencana pertahanan Korem 161/Wira Sakti sebagai sub kompartemen strategis Kodam IX/Udayana adalah menyelenggarakan pembinaan potensi pertahanan secara terpadu dan mengkoordinasikan pembinaan kemampuan dan kekuatan pertahanan wilayah.

Gambar 1. Peta Provinsi NTT dan Kawasan Perbatasan.












Provinsi NTT memiliki Sumber Daya Nasional (SDM, SDA, SDB dan Sarana Prasarana) yang cukup potensial untuk mendukung pertahanan negara di daerah, tetapi sampai dengan saat ini belum diberdayakan secara optimal, sehingga diperlukan pola pikir yang utuh melalui terobosan-terobosan dalam rangka percepatan pembangunan di kawasan perbatasan termasuk pulau-pulau terluar dan daerah-daerah tertinggal di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur melalui pemberdayaan ekonomi dan pertahanan yang diprakarsai oleh kearifan lokal Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga pembangunan daerah Nusa Tenggara Timur berjalan secara seimbang dengan pengembangan kekuatan pertahanan di daerah. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka diperlukan konsep, kebijaksanaan dan aksi bersama dalam mewujudkan pemberdayaan wilayah pertahanan di kawasan perbatasan RI-RDTL dalam rangka membangun ketahanan sosial melalui pendekatan ekonomi.
Tujuan pembuatan tulisan ini adalah untuk memberikan gambaran kepada para pembaca tentang gagasan pemikiran mewujudkan Pemberdayaan wilayah pertahanan di perbatasan RI-RDTL guna membangun ketahanan sosial melalui pendekatan Ekonomi.
Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.         Latar Belakang Pemikiran.
b.         Klasifikasi Kawasan. 
c.         Kondisi Umum Kawasan Perbatasan RI-RDTL.
d.         Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi di Kawasan Perbatasan RI-RDTL.
e.         Rencana Aksi Pemberdayaan Ekonomi di Kawasan Perbatasan RI-RDTL.
f.          Penutup.

2.         Klasifikasi Kawasan Perbatasan.
Menurut Adisasmita (2000), Aristoteles membagi kawasan dalam tiga konsep berdasar logika, yaitu kawasan homogen (homogenous region), kawasan polarisasi/nodal (polarization/nodal region) dan kawasan perencanaan/kawasan program (planning/programming region).
Kawasan homogen adalah kawasan yang dipandang dari suatu aspek mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang relatif sama. Ciri-ciri homogen tersebut misalnya dalam hal ekonomi: (pendapatan, produksi, konsumsi), geografi : (topografi atau iklim yang sama), agama, suku, aliran politik.
Kawasan polarisasi (kutub) atau kawasan nodal (pusat) adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat dengan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan tersebut dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan transportasi.
Kawasan perencanaan/program adalah kawasan yang dikaitkan dengan masalah – masalah kebijaksanaan, di mana kawasan tersebut merupakan satuan kawasan pengembangan di mana program-program pembangunan dilaksanakan (kawasan pertanian/agropolitan, kawasan industri, kawasan permukiman, Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), dan berbagai kawasan lainnya. Kawasan perbatasan RDTL dan RI adalah kawasan perencanaan. Kawasan ini terkait dengan masalah kebijaksanaan pengamanan kawasan perbatasan, baik pengamanan ekonomi, sosial, politik, pertahanan dan keamanan.
Di dalam kawasan perencanaan seperti kawasan perbatasan RI - RDTL, perlu direncanakan komoditi-komoditi unggulan terkait dengan sumberdaya yang dimiliki. Ola, Thomas (1998) membagi komoditi menjadi komoditi lokal, komoditi regional, komoditi interregional dan komoditi internasional.  Komoditi lokal adalah komoditi yang dihasilkan oleh masyarakat lokal secara turun temurun dan bersifat subsisten. Komoditi regional adalah komoditi yang dihasilkan dalam region/kawasan tersebut dan hanya dapat memenuhi kebutuhan domestik kawasan tersebut. Komoditi interregional adalah komoditi yang telah dapat memenuhi kebutuhan kawasan tersebut dan kelebihannya telah dapat memenuhi kebutuhan kawasan lainnya dalam satu negara. Komoditi internasional adalah komoditi yang diperuntukkan bagi kegiatan ekspor. Pada tataran ini diperlukan suatu kawasan yang disebut export base. Export base tersebut merupakan pusat pertumbuhan bagi kawasan depan dan menciptakan daerah belakang sebagai kawasan pendorong pusat pertumbuhan.
Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dalam pasal 1 ayat (6) bahwa Kawasan perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas Wilayah Negara di darat, Kawasan perbatasan berada di Kecamatan.   Selanjutnya pada Bab VII dijelaskan tentang peran serta masyarakat khususnya pada pasal 19 ayat (1) huruf a mengembangkan pembangunan Kawasan Perbatasan dan b menjaga serta mempertahankan Kawasan Perbatasan, selanjutnya pada ayat (2) untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah dapat melibatkan masyarakat untuk ikut berperan serta dalam pengelolaan Kawasan Perbatasan dan pada ayat (3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pembangunan kawasan perbatasan erat kaitannya dengan peningkatan pertahanan negara, karena pertahanan negara akan melibatkan seluruh komponen bangsa seperti yang sudah diamanatkan dalam Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pada hakekatnya pertahanan negara merupakan kepentingan Nasional yang harus dilaksanakan oleh seluruh  komponen bangsa, pertahanan negara yang kuat sangatlah diperlukan dalam rangka mempertahankan kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI dan melindungi keselamatan segenap bangsa Indonesia dari ancaman dan gangguan baik yang muncul di dalam negeri maupun yang datang dari luar negeri.  Pada pasal 7 ayat (2) diamanatkan bahwa sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Bertitik tolak dari perkembangan situasi nasional dewasa ini dan asas-asas yang terkandung dalam UUD 1945 serta Undang-undang RI Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara maka Sistem Pertahanan Negara Republik Indonesia bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan Sumber Daya Nasional (Sumdanas) lainnya sehingga  perlu dipersiapkan secara dini oleh Pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan dan berkelanjutan dengan berorientasi kepada pendekatan kesejahteraan (prosperity aproach) dan pendekatan keamanan (security aproach) secara berimbang.  
Korem 161/Wira Sakti juga berupaya untuk mensinergikan peran instansi fungsional dalam membina SDM, SDA, SDB, sarana dan prasarana teknologi di wilayah perbatasan menjadi kekuatan kewilayahan yang tangguh untuk kepentingan pertahanan Negara yang dilaksanakan secara terencana, terpadu dan berkesinambungan sesuai dengan Peraturan Panglima TNI Nomor PERPANG/87/XII/2010 tanggal 16 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan di wilayah Perbatasan. Selain itu tugas perbantuan Korem 161/Wira Sakti berdasarkan UU RI Nomor 34 tahun 2004 adalah  merupakan tugas bantuan TNI dalam kerangka keselamatan umum yang pelaksanaannya melalui OMSP. Penyelenggaraannya berdasarkan permintaan bantuan  militer oleh Pemerintah Provinsi untuk menangani suatu tindakan darurat
Perbatasan negara sebagai manifestasi kedaulatan wilayah mempunyai peranan penting dan nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan di daerah perbatasan berdampak penting bagi kedaulatan negara, mendorong peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitar, dan memperkuat kondisi ketahanan masyarakat dalam pertahanan negara. Wilayah perbatasan perlu mendapatkan perhatian secara sungguh-sungguh karena kondisi tersebut akan mendukung keamanan nasional dalam kerangka NKRI. Sehingga Operasi Pengamanan Perbatasan merupakan suatu hal yang harus dijamin oleh TNI demi tegaknya kedaulatan negara RI, sehingga perlu adanya Pemberdayaan wilayah perbatasan guna mengantisipasi dan mengeliminasi permasalahan perbatasan guna mewujudkan deteksi dini, cegah dan tangkal dini melalui ketahanan sosial kawasan perbatasan.


3.         Kondisi Kawasan Perbatasan RI - RDTL

Secara geografis, tapal batas darat antara Timor Leste dan Indonesia membentang sepanjang 268,8 km meliputi Kabupaten Kupang, Belu dan Timor Tengah Utara yang berbatasan langsung dengan tiga disrik: Maliana, Kovalima, dan Oecusse. Wilayah Timor Leste, yakni distrik Oecusse,  menjadi daerah enclave yang terjepit antara Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara di Indonesia.
 Korem 161/Wira Sakti selaku Komando Pelaksana Operasi Pengamanan Perbatasan RI-RDTL menggelar kekuatannya disepanjang perbatasan RI-RDTL dengan mengerahkan Satgas Tempur (38 Pos + Makosatgas dan kalan), Satgas Teritorial (12 Pos), Satgas Intel, Satuan Pemukul, Satgas Bantuan dan Tim Penerbad (Bell 412), sedangkan RDTL menggelar Operasi Pengamanan Perbatasannya dengan kekuatan 22 pos UPF (Unidade Policia de Frontera) yang terdiri dari 22 Pos UPF (Unidade Policia de Frontera) di wilayah Distrik Bobonaro dan Kovalima dengan jumlah personil 172 orang serta 7 Pos UPF (Unidade Policia de Frontera) di wilayah Distrik Oecussi dengan jumlah personil 56 orang.

a.            Kondisi Perbatasan di Wilayah RI.       
Dalam makalah ini, pembahasan kondisi masyarakat di wilayah perbatasan RI dapat  ditinjau  dari dua aspek, yaitu:  aspek ekonomi dan aspek regulasi, pertahanan dan keamanan.
Beberapa masalah yang terkait dengan aspek ekonomi di wilayah perbatasan RI adalah:
1)                    Pertumbuhan sektor  pertanian rata – rata pertahun terus   menurun (tahun 2006 sebesar 6,16, tahun 2007: 5,02, tahun 2009: 4,84).
2)            Sektor primer terutama pertanian yang diharapkan banyak menampung tenaga kerja, kenyataannya bekerja tidak penuh (pengangguran terselubung), data tahun 2010 penduduk yang bekerja hanya 51,62 %.  
3)            Produktivitas tenaga kerja sektor primer termasuk pertanian yang dapat dianalogikan sebagai upah kotor per tenaga kerja jauh  dari  kebutuhan  minimum (hanya Rp. 170.000/bln).   
4)            Pertumbuhan sektor jasa yang sangat tinggi, tidak mampu menyerap tenaga kerja dari unskill sektor pertanian.
5)            Sektor industri, khususnya industri yang berhubungan produktivitas pertanian, yang mampu menyerap tenaga kerja masih tertinggal.
6)            Pendapatan perkapita masih sangat rendah dibandingkan dengan daerah lain.
7)            Tingkat kemiskinan cenderung meningkat seiring dengan tingginya pengangguran tersembunyi (67,75 % penduduk pra sejahtera).

Kemudian memotret situasi di perbatasan wilayah RI 2 tahun ke belakang ini dan melihat indikator-indikator di atas di mana terjadi suatu masalah yang menjadi atensi Nasional yaitu rawan pangan yang berkategori “merah” di wilayah perbatasan khususnya NTT yang pada saat itu menyerang sekitar 95.973           jiwa tersebar di 213 desa di 159 Kecamatan dalam 11 dari 21 Kabupaten/Kota di wilayah ini yang sangat berdampak terhadap ketahanan pangan yang dapat mengakibatkan pada kelaparan dengan efek gizi buruk serta busung lapar yang berkepanjangan, banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya rawan pangan di wilayah perbatasan ini selain oleh karena faktor-faktor yang telah dibahas di atas yaitu faktor  siklus musim yang tidak beraturan seperti kekeringan yang berlanjut pada gagal tanam dan gagal panen, kemudian kurangnya atensi dari para stake holder untuk memberikan sosialisasi cara tanam yang lebih efektif dikaitkan dengan kondisi alam di wilayah perbatasan sehingga warga lokal selalu            memaksakan untuk menanam dengan cara bakar ladang yang dapat memperburuk situasi alam yang ada saat ini seperti erosi, kekeringan berkepanjangan dan kebanjiran, hal-hal inilah yang sangat mendorong terjadinya            rawan pangan yang secara cepat menyebar di seluruh wilayah perbatasan khususnya NTT.

Kemudian beberapa masalah yang terkait dengan aspek regulasi, pertahanan dan keamanan adalah:

1)             Illegal trading, masih banyak ditemukan adanya pengiriman pupuk bersubsidi ke Timor Leste dengan harga jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga di dalam negeri termasuk masuknya barang-barang illegal ke wilayah NTT/Indonesia khususnya sembako seperti gula yang harganya lebih murah dibanding produk lokal, demikian juga barang-barang lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat perbatasan.
2)             Illegal traficking , adanya hubungan keluarga / persaudaraan yang kuat antara masyarakat perbatasan yang berada di wilayah Indonesia dengan masyarakat yang berada di wilayah Timor Leste.  Hal ini dikarenakan kedua kelompok masyarakat tersebut masih terdiri dari satu suku dengan budaya yang dilakukan bersama-sama. Dengan adanya kegiatan ini mengakibatkan banyaknya jalan setapak/jalan tikus disepanjang perbatasan yang memberikan kerawanan terhadap pengamanan perbatasan.
3)             Private farming, adanya perkebunan penduduk kedua wilayah yang telah melewati garis perbatasan, dapat menyebabkan adanya kegiatan keluar masuk perbatasan sehingga ikut mempengaruhi pengawasan perbatasan karena wilayah perkebunan ini pada beberapa wilayah masih di klaim tidak melewati perbatasan dan dampak yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan ini dapat mengakibatkan terjadinya pergeseran patok perbatasan secara sengaja untuk menguntungkan pihak tertentu.
4)              Border lossing, pergeseran patok perbatasan sengaja maupun tidak sengaja oleh oknum tertentu khususnya Warga Negara Timor Leste yang dilakukan guna kepentingan pribadi terjadi pada beberapa tempat yang dilakukan untuk private farming dan illegal logging.


b.            Kondisi Perbatasan di wilayah RDTL.
             Kondisi masyarakat di wilayah perbatasan RDTL secara umum dapat dikatakan bahwa Pertumbuhan ekonomi di Timor-Leste pada tahun 2010 adalah 9,5%,  bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata dunia atau beberapa negara tetangga terdekat, tingkat pertumbuhan ekonomi Timor-Leste termasuk salah satu yang tertinggi di dunia.  Total RAPBN RDTL yang diajukan untuk tahun 2011 adalah US $ 1.180 juta (Satu Milyar Seratus Delapan Puluh Juta US Dolar). RAPBN 2011  mengacu pada Strategic Development Plan (2011-2030) dengan target untuk  meningkatkan status RDTL  dari low income countries menjadi upper-middle income countries dan mengurangi ketergantungan RDTL terhadap Migas.  Prioritas RAPBN RDTL 2011 ditetapkan untuk  :

1)            Infrastruktur: listrik, jalan dan jembatan, air bersih dan sanitasi.
2)            Pembangunan pedesaan : pertanian, peternakan, microcredit dan lingkungan.
3)            Pengembangan SDM, pelatihan profesional, guru, kesehatan dan kehakiman, spesialis untuk keuangan, manajemen dan administrasi.
4)            Perluasan akses hukum.
5)            Pelayanan masyarakat.
6)            Tata Kelola Pemerintahan yang baik.
7)            Keamanan dan Stabilitas Umum.

c.         Masalah Turunan di Kawasan Perbatasan RI-RDTL
          Beberapa masalah turunan yang mempengaruhi hubungan bilateral antara RI-RDTL adalah:

1)         Perbedaan garis batas wilayah RI - RDTL.
2)         Maraknya penyelundupan bahan-bahan kebutuhan pokok dan muncul pasar-pasar gelap (pasar tradisional) di wilayah perbatasan akibat perbedaan harga jual Timor Leste yang menggunakan standar dollar.
3)         Pemantauan pendirian pasar regular (regulated markets) di Haekesak, Turiskain, Memo dan Salele serta pasar ternak di Wini agar tidak berlokasi di sepanjang garis koordinasi taktis namun berlokasi baik di wilayah Timor Leste maupun Indonesia.
4)         Adanya pelintasan orang dan barang di sepanjang garis koordinasi taktis untuk keperluan tradisional.

 

4.         Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi di Kawasan Perbatasan RI-RDTL


Kawasan perbatasan RI-RDTL pada dasarnya termasuk dalam kategori kawasan rawan tetapi bersifat strategis. Adanya kesenjangan sosial ekonomi dan sosial budaya antar kedua negara akan mudah menimbulkan kerawanan, dan selanjutnya dapat menjadi ancaman terhadap berbagai aspek kepentingan nasional, terlebih bila dikaitkan dengan adanya potensi sumber daya alam yang besar di kawasan perbatasan dan sekitarnya.
Prioritas penanganan kawasan perbatasan sejalan dengan tujuan pembangunan kawasan perbatasan yaitu:
a.         Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
b.         Meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi kawasan perbatasan.
c.         Memantapkan ketertiban dan keamanan kawasan yang berbatasan dengan negara lain (stabilitas dalam negeri).
Kebijakan pembangunan kawasan perbatasan dirumuskan dengan kesamaan visi dan misi bahwa kawasan perbatasan berada pada dua sisi di mana satu sisi adalah bagian dari RDTL dan sisi lain merupakan bagian dari wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, sehingga kawasan dan masyarakatnya mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam hal menerima pelayanan dari Pemerintah dalam arti luas, melalui upaya pemerataan pembangunan.
Kebijakan pembangunan kawasan perbatasan mencakup dua aspek pembangunan, yaitu aspek kesejahteraan (prosperity) dan aspek keamanan (security), yang dirinci dalam tiga kebijakan yang meliputi:
a.            Kebijakan mendukung upaya memperbaiki kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat agar mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
b.            Kebijakan mendukung upaya peningkatan kemampuan dan kapasitas pengelolaan potensi wilayah yang ada.
c.             Kebijakan mendukung pemantapan keamanan dalam rangka pembinaan serta peningkatan ketahanan wilayah menuju terciptanya ketahanan nasional RI dan RDTL.
Bertitik tolak dari kebijakan membangun kawasan perbatasan tersebut, maka grand strategy penanganan kawasan perbatasan ditempuh melalui: “peningkatan taraf hidup masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana dasar (terutama perhubungan) secara optimal dengan memanfaatkan potensi wilayah, meningkatkan kuantitas dan kualitas aparatur pemerintahan di kawasan perbatasan, serta mewujudkan sabuk pengamanan (security belt) di sepanjang kawasan perbatasan sebagai penangkal terhadap kemungkinan terjadinya ancaman langsung bagi kedaulatan negara, keamanan, dan ketertiban masyarakat”.

Grand strategy tersebut dapat dirinci dalam empat strategi meliputi:
a.            Memperbaiki Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat agar Mampu Meningkatkan Taraf Hidup dan Kesejahteraan Masyarakat.
b.            Meningkatkan Kemampuan dan Kapasitas Pengelolaan Potensi Wilayah yang Ada.
c.             Memantapkan Keamanan dalam rangka Pembinaan serta Peningkatan Ketahanan Wilayah Menuju Terciptanya Ketahanan Nasional.
d.            Mengatasai Rawan Pangan sebagai Upaya Jangka Pendek dan Jangka Panjang untuk Mewujudkan Soliditas Ekonomi dalam rangka Membangun Ketahanan Sosial.

Aplikasi strategi tersebut memerlukan keterpaduan baik menyangkut perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan yang terpadu dan komprehensif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat serta pihak swasta. Oleh karena itu strategi penanganan kawasan perbatasan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kawasan perbatasan secara optimal berdasarkan penataan ruang kawasan perbatasan adalah perlu didukung dengan 12 (dua belas) langkah strategis sebagai berikut:
a.         Penanggulangan kemiskinan yang dicapai melalui pemenuhan kebutuhan mendesak dan melalui redistribusi manfaat yang diperoleh dari pertumbuhan ekonomi khususnya dari sektor-sektor produksi yang ada di daerah perbatasan.
b.         Pengembangan kegiatan ekonomi setempat yang didasarkan pada potensi sumber daya alam yang prospektif dikembangkan.
c.         Peningkatan perdagangan lintas batas (kegiatan ekspor dan impor) melalui jalur darat maupun laut secara lebih berdayaguna dan berhasilguna.
d.         Pengembangan prasarana dan sarana dasar pembangunan yang menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan kegiatan sosial ekonomi dan peranserta pihak swasta.
e.         Peningkatan partisipasi masyarakat dan swasta dalam pembangunan kawasan perbatasan.
f.          Penetapan sistem perhubungan yang dapat mendukung pola produksi dan perubahan orientasi dari subsisten kepada pasar.
g.         Peningkatan pembangunan prasarana transportasi dalam rangka membuka isolasi kawasan, serta pengembangan potensi kawasan.
h.        Penetapan pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangan pusat-pusat permukiman potensial yang tetap berorientasi pada sistem atau pola pengembangan wilayah/region.
i.          Peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, serta penyuluhan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat berbangsa dan bernegara.
j.           Peningkatan penataan lingkungan permukiman yang dilakukan secara terpadu dengan program penataan kembali wilayah administratif (desa, kecamatan, dan kabupaten).
k.         Peningkatan pelayanan telekomunikasi seperti penambahan dan peningkatan daya pancar relay televisi dan radio.
l.          Pengembangan sistem informasi dan komunikasi baik oleh pemerintah maupun swasta dalam menumbuhkan dan meningkatkan rasa kebangsaan masyarakat di perbatasan.

         Untuk  pelaksanaan di lapangan 13 langkah strategis tersebut dapat berhasil apabila Pemerintah Daerah maupun Pusat  berupaya maksimal untuk merealisasikannya. Pihak TNI dalam hal ini Korem 161/WS selaku Kolakops Pamtas RI-RDTL sifatnya hanya membantu dan mendorong realisasi kegiatan tersebut.  Banyak yang sudah diupayakan oleh Satgas Pamtas RI-RDTL antara lain:
a.         Membantu perbaikan jalan (34 kali sejauh 6650 Meter)
b.         Membantu perbaikan saluran air (14 Kali)
c.         membantu pembuatan rumah adat ( 5 buah rumah).
d.         Membantu perbaikan rumah ibadah (18 Kali).
e.         Melaksanakan Penghijauan/penanaman pohon (3130 batang pohon).
f.          Memberi bantuan kepada Panti asuhan.
g.         Melaksanakan Pengobatan gratis dan donor darah.
h.         Membantu bercocok tanam (ada 8 desa).
i.          Membantu mengajar (khusus di SD)
j.           Sosialisasi :
-   HIV/AIDS dan bahaya Narkotika (Kerjasama dengan Rumkitban)
-   Patok/Pilar Batas Negara (Kerja sama dengan Bakosurtanal)
-   Peternakan sapi dan perkebunan
            k.         Melaksanakan anjangsana dan komunikasi sosial kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan instansi lain yang berada di wilayahnya.
            l.          Mendorong Pemda untuk membuat pusat pertumbuhan ekonomi di perbatasan dengan mengajak pihak swasta.
            j.          Membantu Pemerintah Pusat menjalankan program-program dalam mengatasi rawan pangan yang terjadi di wilayah perbatasan.

5.         Program Aksi Pemberdayaan Ekonomi di Kawasan Perbatasan
            Bercermin pada permasalahan kawasan perbatasan dengan berbagai strategi konsepsional, aspek ekonomi menjadi departemen utama peningkatan ketahanan masyarakat. Oleh karena itu beberapa program aksi yang pragmatis dapat ditawarkan.

a.            Membangun Kelembagaan Produksi. Peran kita sebagai pelaku ekonomi di wilayah perbatasan adalah membangun operasi, merencanakan dan menyediakan barang dan jasa kebutuhan pokok yang diminta pasar. Pertanyaan kita adalah sudahkah kita memainkan peran ini? Kalau belum maka mari kita memulainya karena tidak ada kata terlambat. Salah satu aspek penting yang perlu dihindari dalam membangun kelembagaan operasi adalah fallacy of composition. Salah satu kebiasaan masyarakat kita adalah senang meniru usaha orang lain yang sudah berhasil. Contoh: ada orang memelihara ayam petelor. Ayam petelor itu berhasil mendatangkan banyak uang bagi si empunya. Semua orang di kampung menjual sawahnya untuk berbisnis ayam petelor. Akhirnya semuanya bangkrut karena terjadi over supply. Contoh lain: ada pemuda mengubah motornya menjadi ojek. Dia berhasil. Melihat keberhasilannya tersebut semua orang akhirnya membeli motor untuk ojek. Ketika semua orang sudah punya motor,  usaha ojek jadi repot. Penumpangnya tidak ada. Mungkin ini yang kita sebut poverty sharing (berbagi kemiskinan).

b.            Membangun Kelembagaan Keuangan. Salah satu kelebihan masyarakat kita adalah kekuatan fisik, kekar dan tegar, dengan pengetahuan yang cukup mereka dapat membaca peluang bisnis.  Di balik kekuatan itu, ada satu titik lemah yang sulit diatasi hingga kini, yaitu faktor modal uang untuk memulai atau mengembangkan bisnis. Saat ini lembaga perbankan sulit menjadi harapan pelaku usaha mikro untuk mengembangkan bisnis karena rata-rata usaha berskala mikro sangat tergantung pada musim, pencatatan yang tidak rapi, dengan segala jaminan yang tidak menentu. Kelembagaan keuangan yang dekat dengan pelaku bisnis mikro saat ini adalah koperasi simpan pinjam (KSP/Credit Union/CU). Pertanyaannya adalah siapa yang berani mempersiapkan kelembagaan seperti itu dengan jaminan dana  donasi yang cukup sebagai modal awal? Saat ini koperasi kredit yang dikembangkan berbagai pihak baik dari institusi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan lainnya telah menyentuh masyarakat banyak, tetapi kebanyakan tidak mempunyai keberlanjutan program yang baik.

            c.         Kelembagaan Pendampingan. Salah satu permasalahan masyarakat perbatasan adalah jauh dari informasi dan komunikasi. Informasi tentang produk,        barang dan jasa, kualitas dan kuantitas, harga dan ketersediaannya sangat jauh       dari mereka. Siaran radio, berita koran, TV dan berbagi media lainnya jarang sekali sampai kepada mereka; kalau sampaipun sudah sangat terlambat. Kelembagaan pendamping ini menjadi penting karena diharapkan dapat menjadi informan, menjadi koran, menjadi radio, menjadi televisi atau menjadi telepon bagi masyarakat perbatasan. Untuk bidang ekonomi, saat ini banyak sarjana lulusan PT yang belum tertampung dalam dunia kerja, mereka dapat diakomodir dalam          kelembagaan pendampingan. Perlu kebijakan menempatkan pegawai negara di desa-desa sehingga mereka dapat memainkan peran sebagai pembaharu, dinamisator dan motivator pembangunan di desa-desa kawasan perbatasan.

            d.         Pembaharuan Ketahanan Pangan. Ketahanan Pangan (food security)    mempunyai definisi yaitu  sebagai suatu kondisi ketersediaan pangan cukup bagi       setiap orang pada setiap saat dan setiap individu mempunyai akses untuk     memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi. Dalam definisi ini ketahanan        pangan dikaitkan dengan 3 faktor utama yaitu :
                        -           Ketersediaan pangan
                        -           Stabilitas ekonomi pangan
-           Akses fisik maupun ekonomi bagi individu untuk mendapatkan pangan
Keadaan pangan saat ini yang rentan mengarah kepada rawan pangan yang menyeluruh di wilayah perbatasan maka hal ini harus segera diresponsif oleh Pemerintah Pusat melalui Pemdanya beserta dengan stake holder  lainnya di wilayah NTT untuk segenap bersama-sama memperbaharui ketahanan pangan yang telah terbentuk sebelumnya. Baik melalui progam sosialisasi agribisnis yang ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat perbatasan maupun mengadakan program secara fisik yang mendukung terhadap ketahanan pangan. Contohnya :  pemberian bibit bahan pokok alternative yang lebih efektif (jagung, sagu dan sukun) sesuai dengan anomali iklim yang ada di daerah perbatasan  dengan kadar/kandungan positifnya senilai dengan beras serta dapat lebih menguntungkan dari padi selanjutnya bahan pokok alternatif ini dapat bertahan lama untuk dijadikan sebagai bahan makanan cadangan (food security stability).

      Penanganan kawasan perbatasan sangat kompleks dan bersifat lintas sektor serta lintas wilayah, sehingga dalam beberapa hal, dimungkinkan adanya keterkaitan program pembangunan lainnya baik yang bersifat komplementer ataupun pendukung. Oleh karena itu ke depan diperlukan suatu kebijakan khusus dalam membangun kawasan perbatasan RI - RDTL. Kebijakan tersebut kiranya dimulai dengan membuat rencana strategis (renstra). Tentunya renstra tersebut dimulai dengan tahap awal yaitu tahap pengamatan dan analisis  lingkungan internal dan eksternal; dilanjutkan dengan tahap perumusan strategi, yaitu perumusan visi dan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan; tahap implementasi strategi meliputi: program, anggaran dan prosedur serta tahapan monitoring dan evaluasi berupa pengukuran kinerja.

7.            Penutup

    Demikian tulisan tentang pemberdayaan wilayah pertahanan di perbatasan RI-RDTL guna membangun ketahanan sosial melalui pendekatan ekonomi.    Semoga bermanfaat untuk tugas-tugas kita ke depan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan ketahanan sosial masyarakat di wilayah perbatasan RI-RDTL.


 Kupang,              Nopember  2011

Komandan Korem 161/Wira Sakti




Edison Napitupulu
Kolonel Inf NRP 30459
 
 











DAFTAR PUTAKA


1.            Adisasmita, Rahardjo. 2000. Ekonomi Regional, Universitas Hasanuddin. Makassar.
2.            Anonim, 2011. KBRI di Dili Timor Leste dalam “Country Profile Republik Demokratik Timor Leste”.
3.            Anonim, 2011. Nusa Tenggara Timur dalam angka tahun 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi NTT.
4.            Anonym, 2008. Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
5.            Anonym, 2002. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
6.            Hutahayan, John Fresly. 2006. Revitalisasi Konsepsi Wawasan Nusantara. INOVASI Vol.6/ XVIII/Maret 2006.
7.            James, William. 2001. Globalization and Decentralization: The Gains from Open Domestic and International Trade. Hotel Borobudur, 3 April 2001. http//www.PEGAGUS.or.id
8.            Ola, Thomas. 1998. Kapet Mbay, Opini Pos Kupang, 3 Oktober 1998.
































 KOMANDO DAERAH MILITER IX/UDAYANA                                          
KOMANDO RESOR MILITER 161/WIRA SAKTI
















PEMBERDAYAAN WILAYAH PERTAHANAN DI PERBATASAN
RI – RDTL GUNA MEMBANGUN KETAHANAN SOSIAL
MELALUI  PENDEKATAN EKONOMI



 














Oleh:
Edison Napitupulu
Kolonel Inf NRP 30459



Kupang,         Nopember  2011

PEMBERDAYAAN WILAYAH PERTAHANAN DI PERBATASAN 
 RI – RDTL GUNA MEMBANGUN KETAHANAN SOSIAL
MELALUI  PENDEKATAN EKONOMI

Oleh:
Kolonel Inf Edison Napitupulu

1.         Latar Belakang.
Korem 161/Wira Sakti sebagai satuan pelaksana dan operasional Kodam IX/Udayana memiliki Tugas Pokok menegakkan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia di wilayah Nusa Tenggara Timur dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara dalam rangka mendukung tugas pokok Kodam IX/Udayana. Selanjutnya sebagai pelaksana tugas dan fungsi Departemen Pertahanan (PTF Dephan) di wilayah maka tugasnya adalah menyusun Rencana Umum Tata Ruang wilayah pertahanan disinerjikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah NTT. Rencana pertahanan Korem 161/Wira Sakti sebagai sub kompartemen strategis Kodam IX/Udayana adalah menyelenggarakan pembinaan potensi pertahanan secara terpadu dan mengkoordinasikan pembinaan kemampuan dan kekuatan pertahanan wilayah.

Gambar 1. Peta Provinsi NTT dan Kawasan Perbatasan.












Provinsi NTT memiliki Sumber Daya Nasional (SDM, SDA, SDB dan Sarana Prasarana) yang cukup potensial untuk mendukung pertahanan negara di daerah, tetapi sampai dengan saat ini belum diberdayakan secara optimal, sehingga diperlukan pola pikir yang utuh melalui terobosan-terobosan dalam rangka percepatan pembangunan di kawasan perbatasan termasuk pulau-pulau terluar dan daerah-daerah tertinggal di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur melalui pemberdayaan ekonomi dan pertahanan yang diprakarsai oleh kearifan lokal Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga pembangunan daerah Nusa Tenggara Timur berjalan secara seimbang dengan pengembangan kekuatan pertahanan di daerah. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka diperlukan konsep, kebijaksanaan dan aksi bersama dalam mewujudkan pemberdayaan wilayah pertahanan di kawasan perbatasan RI-RDTL dalam rangka membangun ketahanan sosial melalui pendekatan ekonomi.
Tujuan pembuatan tulisan ini adalah untuk memberikan gambaran kepada para pembaca tentang gagasan pemikiran mewujudkan Pemberdayaan wilayah pertahanan di perbatasan RI-RDTL guna membangun ketahanan sosial melalui pendekatan Ekonomi.
Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.         Latar Belakang Pemikiran.
b.         Klasifikasi Kawasan. 
c.         Kondisi Umum Kawasan Perbatasan RI-RDTL.
d.         Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi di Kawasan Perbatasan RI-RDTL.
e.         Rencana Aksi Pemberdayaan Ekonomi di Kawasan Perbatasan RI-RDTL.
f.          Penutup.

2.         Klasifikasi Kawasan Perbatasan.
Menurut Adisasmita (2000), Aristoteles membagi kawasan dalam tiga konsep berdasar logika, yaitu kawasan homogen (homogenous region), kawasan polarisasi/nodal (polarization/nodal region) dan kawasan perencanaan/kawasan program (planning/programming region).
Kawasan homogen adalah kawasan yang dipandang dari suatu aspek mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang relatif sama. Ciri-ciri homogen tersebut misalnya dalam hal ekonomi: (pendapatan, produksi, konsumsi), geografi : (topografi atau iklim yang sama), agama, suku, aliran politik.
Kawasan polarisasi (kutub) atau kawasan nodal (pusat) adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat dengan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan tersebut dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan transportasi.
Kawasan perencanaan/program adalah kawasan yang dikaitkan dengan masalah – masalah kebijaksanaan, di mana kawasan tersebut merupakan satuan kawasan pengembangan di mana program-program pembangunan dilaksanakan (kawasan pertanian/agropolitan, kawasan industri, kawasan permukiman, Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), dan berbagai kawasan lainnya. Kawasan perbatasan RDTL dan RI adalah kawasan perencanaan. Kawasan ini terkait dengan masalah kebijaksanaan pengamanan kawasan perbatasan, baik pengamanan ekonomi, sosial, politik, pertahanan dan keamanan.
Di dalam kawasan perencanaan seperti kawasan perbatasan RI - RDTL, perlu direncanakan komoditi-komoditi unggulan terkait dengan sumberdaya yang dimiliki. Ola, Thomas (1998) membagi komoditi menjadi komoditi lokal, komoditi regional, komoditi interregional dan komoditi internasional.  Komoditi lokal adalah komoditi yang dihasilkan oleh masyarakat lokal secara turun temurun dan bersifat subsisten. Komoditi regional adalah komoditi yang dihasilkan dalam region/kawasan tersebut dan hanya dapat memenuhi kebutuhan domestik kawasan tersebut. Komoditi interregional adalah komoditi yang telah dapat memenuhi kebutuhan kawasan tersebut dan kelebihannya telah dapat memenuhi kebutuhan kawasan lainnya dalam satu negara. Komoditi internasional adalah komoditi yang diperuntukkan bagi kegiatan ekspor. Pada tataran ini diperlukan suatu kawasan yang disebut export base. Export base tersebut merupakan pusat pertumbuhan bagi kawasan depan dan menciptakan daerah belakang sebagai kawasan pendorong pusat pertumbuhan.
Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dalam pasal 1 ayat (6) bahwa Kawasan perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas Wilayah Negara di darat, Kawasan perbatasan berada di Kecamatan.   Selanjutnya pada Bab VII dijelaskan tentang peran serta masyarakat khususnya pada pasal 19 ayat (1) huruf a mengembangkan pembangunan Kawasan Perbatasan dan b menjaga serta mempertahankan Kawasan Perbatasan, selanjutnya pada ayat (2) untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah dapat melibatkan masyarakat untuk ikut berperan serta dalam pengelolaan Kawasan Perbatasan dan pada ayat (3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pembangunan kawasan perbatasan erat kaitannya dengan peningkatan pertahanan negara, karena pertahanan negara akan melibatkan seluruh komponen bangsa seperti yang sudah diamanatkan dalam Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pada hakekatnya pertahanan negara merupakan kepentingan Nasional yang harus dilaksanakan oleh seluruh  komponen bangsa, pertahanan negara yang kuat sangatlah diperlukan dalam rangka mempertahankan kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI dan melindungi keselamatan segenap bangsa Indonesia dari ancaman dan gangguan baik yang muncul di dalam negeri maupun yang datang dari luar negeri.  Pada pasal 7 ayat (2) diamanatkan bahwa sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Bertitik tolak dari perkembangan situasi nasional dewasa ini dan asas-asas yang terkandung dalam UUD 1945 serta Undang-undang RI Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara maka Sistem Pertahanan Negara Republik Indonesia bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan Sumber Daya Nasional (Sumdanas) lainnya sehingga  perlu dipersiapkan secara dini oleh Pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan dan berkelanjutan dengan berorientasi kepada pendekatan kesejahteraan (prosperity aproach) dan pendekatan keamanan (security aproach) secara berimbang.  
Korem 161/Wira Sakti juga berupaya untuk mensinergikan peran instansi fungsional dalam membina SDM, SDA, SDB, sarana dan prasarana teknologi di wilayah perbatasan menjadi kekuatan kewilayahan yang tangguh untuk kepentingan pertahanan Negara yang dilaksanakan secara terencana, terpadu dan berkesinambungan sesuai dengan Peraturan Panglima TNI Nomor PERPANG/87/XII/2010 tanggal 16 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan di wilayah Perbatasan. Selain itu tugas perbantuan Korem 161/Wira Sakti berdasarkan UU RI Nomor 34 tahun 2004 adalah  merupakan tugas bantuan TNI dalam kerangka keselamatan umum yang pelaksanaannya melalui OMSP. Penyelenggaraannya berdasarkan permintaan bantuan  militer oleh Pemerintah Provinsi untuk menangani suatu tindakan darurat
Perbatasan negara sebagai manifestasi kedaulatan wilayah mempunyai peranan penting dan nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan di daerah perbatasan berdampak penting bagi kedaulatan negara, mendorong peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitar, dan memperkuat kondisi ketahanan masyarakat dalam pertahanan negara. Wilayah perbatasan perlu mendapatkan perhatian secara sungguh-sungguh karena kondisi tersebut akan mendukung keamanan nasional dalam kerangka NKRI. Sehingga Operasi Pengamanan Perbatasan merupakan suatu hal yang harus dijamin oleh TNI demi tegaknya kedaulatan negara RI, sehingga perlu adanya Pemberdayaan wilayah perbatasan guna mengantisipasi dan mengeliminasi permasalahan perbatasan guna mewujudkan deteksi dini, cegah dan tangkal dini melalui ketahanan sosial kawasan perbatasan.


3.         Kondisi Kawasan Perbatasan RI - RDTL

Secara geografis, tapal batas darat antara Timor Leste dan Indonesia membentang sepanjang 268,8 km meliputi Kabupaten Kupang, Belu dan Timor Tengah Utara yang berbatasan langsung dengan tiga disrik: Maliana, Kovalima, dan Oecusse. Wilayah Timor Leste, yakni distrik Oecusse,  menjadi daerah enclave yang terjepit antara Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara di Indonesia.
 Korem 161/Wira Sakti selaku Komando Pelaksana Operasi Pengamanan Perbatasan RI-RDTL menggelar kekuatannya disepanjang perbatasan RI-RDTL dengan mengerahkan Satgas Tempur (38 Pos + Makosatgas dan kalan), Satgas Teritorial (12 Pos), Satgas Intel, Satuan Pemukul, Satgas Bantuan dan Tim Penerbad (Bell 412), sedangkan RDTL menggelar Operasi Pengamanan Perbatasannya dengan kekuatan 22 pos UPF (Unidade Policia de Frontera) yang terdiri dari 22 Pos UPF (Unidade Policia de Frontera) di wilayah Distrik Bobonaro dan Kovalima dengan jumlah personil 172 orang serta 7 Pos UPF (Unidade Policia de Frontera) di wilayah Distrik Oecussi dengan jumlah personil 56 orang.

a.            Kondisi Perbatasan di Wilayah RI.       
Dalam makalah ini, pembahasan kondisi masyarakat di wilayah perbatasan RI dapat  ditinjau  dari dua aspek, yaitu:  aspek ekonomi dan aspek regulasi, pertahanan dan keamanan.
Beberapa masalah yang terkait dengan aspek ekonomi di wilayah perbatasan RI adalah:
1)                    Pertumbuhan sektor  pertanian rata – rata pertahun terus   menurun (tahun 2006 sebesar 6,16, tahun 2007: 5,02, tahun 2009: 4,84).
2)            Sektor primer terutama pertanian yang diharapkan banyak menampung tenaga kerja, kenyataannya bekerja tidak penuh (pengangguran terselubung), data tahun 2010 penduduk yang bekerja hanya 51,62 %.  
3)            Produktivitas tenaga kerja sektor primer termasuk pertanian yang dapat dianalogikan sebagai upah kotor per tenaga kerja jauh  dari  kebutuhan  minimum (hanya Rp. 170.000/bln).   
4)            Pertumbuhan sektor jasa yang sangat tinggi, tidak mampu menyerap tenaga kerja dari unskill sektor pertanian.
5)            Sektor industri, khususnya industri yang berhubungan produktivitas pertanian, yang mampu menyerap tenaga kerja masih tertinggal.
6)            Pendapatan perkapita masih sangat rendah dibandingkan dengan daerah lain.
7)            Tingkat kemiskinan cenderung meningkat seiring dengan tingginya pengangguran tersembunyi (67,75 % penduduk pra sejahtera).

Kemudian memotret situasi di perbatasan wilayah RI 2 tahun ke belakang ini dan melihat indikator-indikator di atas di mana terjadi suatu masalah yang menjadi atensi Nasional yaitu rawan pangan yang berkategori “merah” di wilayah perbatasan khususnya NTT yang pada saat itu menyerang sekitar 95.973           jiwa tersebar di 213 desa di 159 Kecamatan dalam 11 dari 21 Kabupaten/Kota di wilayah ini yang sangat berdampak terhadap ketahanan pangan yang dapat mengakibatkan pada kelaparan dengan efek gizi buruk serta busung lapar yang berkepanjangan, banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya rawan pangan di wilayah perbatasan ini selain oleh karena faktor-faktor yang telah dibahas di atas yaitu faktor  siklus musim yang tidak beraturan seperti kekeringan yang berlanjut pada gagal tanam dan gagal panen, kemudian kurangnya atensi dari para stake holder untuk memberikan sosialisasi cara tanam yang lebih efektif dikaitkan dengan kondisi alam di wilayah perbatasan sehingga warga lokal selalu            memaksakan untuk menanam dengan cara bakar ladang yang dapat memperburuk situasi alam yang ada saat ini seperti erosi, kekeringan berkepanjangan dan kebanjiran, hal-hal inilah yang sangat mendorong terjadinya            rawan pangan yang secara cepat menyebar di seluruh wilayah perbatasan khususnya NTT.

Kemudian beberapa masalah yang terkait dengan aspek regulasi, pertahanan dan keamanan adalah:

1)             Illegal trading, masih banyak ditemukan adanya pengiriman pupuk bersubsidi ke Timor Leste dengan harga jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga di dalam negeri termasuk masuknya barang-barang illegal ke wilayah NTT/Indonesia khususnya sembako seperti gula yang harganya lebih murah dibanding produk lokal, demikian juga barang-barang lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat perbatasan.
2)             Illegal traficking , adanya hubungan keluarga / persaudaraan yang kuat antara masyarakat perbatasan yang berada di wilayah Indonesia dengan masyarakat yang berada di wilayah Timor Leste.  Hal ini dikarenakan kedua kelompok masyarakat tersebut masih terdiri dari satu suku dengan budaya yang dilakukan bersama-sama. Dengan adanya kegiatan ini mengakibatkan banyaknya jalan setapak/jalan tikus disepanjang perbatasan yang memberikan kerawanan terhadap pengamanan perbatasan.
3)             Private farming, adanya perkebunan penduduk kedua wilayah yang telah melewati garis perbatasan, dapat menyebabkan adanya kegiatan keluar masuk perbatasan sehingga ikut mempengaruhi pengawasan perbatasan karena wilayah perkebunan ini pada beberapa wilayah masih di klaim tidak melewati perbatasan dan dampak yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan ini dapat mengakibatkan terjadinya pergeseran patok perbatasan secara sengaja untuk menguntungkan pihak tertentu.
4)              Border lossing, pergeseran patok perbatasan sengaja maupun tidak sengaja oleh oknum tertentu khususnya Warga Negara Timor Leste yang dilakukan guna kepentingan pribadi terjadi pada beberapa tempat yang dilakukan untuk private farming dan illegal logging.


b.            Kondisi Perbatasan di wilayah RDTL.
             Kondisi masyarakat di wilayah perbatasan RDTL secara umum dapat dikatakan bahwa Pertumbuhan ekonomi di Timor-Leste pada tahun 2010 adalah 9,5%,  bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata dunia atau beberapa negara tetangga terdekat, tingkat pertumbuhan ekonomi Timor-Leste termasuk salah satu yang tertinggi di dunia.  Total RAPBN RDTL yang diajukan untuk tahun 2011 adalah US $ 1.180 juta (Satu Milyar Seratus Delapan Puluh Juta US Dolar). RAPBN 2011  mengacu pada Strategic Development Plan (2011-2030) dengan target untuk  meningkatkan status RDTL  dari low income countries menjadi upper-middle income countries dan mengurangi ketergantungan RDTL terhadap Migas.  Prioritas RAPBN RDTL 2011 ditetapkan untuk  :

1)            Infrastruktur: listrik, jalan dan jembatan, air bersih dan sanitasi.
2)            Pembangunan pedesaan : pertanian, peternakan, microcredit dan lingkungan.
3)            Pengembangan SDM, pelatihan profesional, guru, kesehatan dan kehakiman, spesialis untuk keuangan, manajemen dan administrasi.
4)            Perluasan akses hukum.
5)            Pelayanan masyarakat.
6)            Tata Kelola Pemerintahan yang baik.
7)            Keamanan dan Stabilitas Umum.

c.         Masalah Turunan di Kawasan Perbatasan RI-RDTL
          Beberapa masalah turunan yang mempengaruhi hubungan bilateral antara RI-RDTL adalah:

1)         Perbedaan garis batas wilayah RI - RDTL.
2)         Maraknya penyelundupan bahan-bahan kebutuhan pokok dan muncul pasar-pasar gelap (pasar tradisional) di wilayah perbatasan akibat perbedaan harga jual Timor Leste yang menggunakan standar dollar.
3)         Pemantauan pendirian pasar regular (regulated markets) di Haekesak, Turiskain, Memo dan Salele serta pasar ternak di Wini agar tidak berlokasi di sepanjang garis koordinasi taktis namun berlokasi baik di wilayah Timor Leste maupun Indonesia.
4)         Adanya pelintasan orang dan barang di sepanjang garis koordinasi taktis untuk keperluan tradisional.

 

4.         Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi di Kawasan Perbatasan RI-RDTL


Kawasan perbatasan RI-RDTL pada dasarnya termasuk dalam kategori kawasan rawan tetapi bersifat strategis. Adanya kesenjangan sosial ekonomi dan sosial budaya antar kedua negara akan mudah menimbulkan kerawanan, dan selanjutnya dapat menjadi ancaman terhadap berbagai aspek kepentingan nasional, terlebih bila dikaitkan dengan adanya potensi sumber daya alam yang besar di kawasan perbatasan dan sekitarnya.
Prioritas penanganan kawasan perbatasan sejalan dengan tujuan pembangunan kawasan perbatasan yaitu:
a.         Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
b.         Meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi kawasan perbatasan.
c.         Memantapkan ketertiban dan keamanan kawasan yang berbatasan dengan negara lain (stabilitas dalam negeri).
Kebijakan pembangunan kawasan perbatasan dirumuskan dengan kesamaan visi dan misi bahwa kawasan perbatasan berada pada dua sisi di mana satu sisi adalah bagian dari RDTL dan sisi lain merupakan bagian dari wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, sehingga kawasan dan masyarakatnya mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam hal menerima pelayanan dari Pemerintah dalam arti luas, melalui upaya pemerataan pembangunan.
Kebijakan pembangunan kawasan perbatasan mencakup dua aspek pembangunan, yaitu aspek kesejahteraan (prosperity) dan aspek keamanan (security), yang dirinci dalam tiga kebijakan yang meliputi:
a.            Kebijakan mendukung upaya memperbaiki kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat agar mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
b.            Kebijakan mendukung upaya peningkatan kemampuan dan kapasitas pengelolaan potensi wilayah yang ada.
c.             Kebijakan mendukung pemantapan keamanan dalam rangka pembinaan serta peningkatan ketahanan wilayah menuju terciptanya ketahanan nasional RI dan RDTL.
Bertitik tolak dari kebijakan membangun kawasan perbatasan tersebut, maka grand strategy penanganan kawasan perbatasan ditempuh melalui: “peningkatan taraf hidup masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana dasar (terutama perhubungan) secara optimal dengan memanfaatkan potensi wilayah, meningkatkan kuantitas dan kualitas aparatur pemerintahan di kawasan perbatasan, serta mewujudkan sabuk pengamanan (security belt) di sepanjang kawasan perbatasan sebagai penangkal terhadap kemungkinan terjadinya ancaman langsung bagi kedaulatan negara, keamanan, dan ketertiban masyarakat”.

Grand strategy tersebut dapat dirinci dalam empat strategi meliputi:
a.            Memperbaiki Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat agar Mampu Meningkatkan Taraf Hidup dan Kesejahteraan Masyarakat.
b.            Meningkatkan Kemampuan dan Kapasitas Pengelolaan Potensi Wilayah yang Ada.
c.             Memantapkan Keamanan dalam rangka Pembinaan serta Peningkatan Ketahanan Wilayah Menuju Terciptanya Ketahanan Nasional.
d.            Mengatasai Rawan Pangan sebagai Upaya Jangka Pendek dan Jangka Panjang untuk Mewujudkan Soliditas Ekonomi dalam rangka Membangun Ketahanan Sosial.

Aplikasi strategi tersebut memerlukan keterpaduan baik menyangkut perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan yang terpadu dan komprehensif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat serta pihak swasta. Oleh karena itu strategi penanganan kawasan perbatasan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kawasan perbatasan secara optimal berdasarkan penataan ruang kawasan perbatasan adalah perlu didukung dengan 12 (dua belas) langkah strategis sebagai berikut:
a.         Penanggulangan kemiskinan yang dicapai melalui pemenuhan kebutuhan mendesak dan melalui redistribusi manfaat yang diperoleh dari pertumbuhan ekonomi khususnya dari sektor-sektor produksi yang ada di daerah perbatasan.
b.         Pengembangan kegiatan ekonomi setempat yang didasarkan pada potensi sumber daya alam yang prospektif dikembangkan.
c.         Peningkatan perdagangan lintas batas (kegiatan ekspor dan impor) melalui jalur darat maupun laut secara lebih berdayaguna dan berhasilguna.
d.         Pengembangan prasarana dan sarana dasar pembangunan yang menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan kegiatan sosial ekonomi dan peranserta pihak swasta.
e.         Peningkatan partisipasi masyarakat dan swasta dalam pembangunan kawasan perbatasan.
f.          Penetapan sistem perhubungan yang dapat mendukung pola produksi dan perubahan orientasi dari subsisten kepada pasar.
g.         Peningkatan pembangunan prasarana transportasi dalam rangka membuka isolasi kawasan, serta pengembangan potensi kawasan.
h.        Penetapan pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangan pusat-pusat permukiman potensial yang tetap berorientasi pada sistem atau pola pengembangan wilayah/region.
i.          Peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, serta penyuluhan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat berbangsa dan bernegara.
j.           Peningkatan penataan lingkungan permukiman yang dilakukan secara terpadu dengan program penataan kembali wilayah administratif (desa, kecamatan, dan kabupaten).
k.         Peningkatan pelayanan telekomunikasi seperti penambahan dan peningkatan daya pancar relay televisi dan radio.
l.          Pengembangan sistem informasi dan komunikasi baik oleh pemerintah maupun swasta dalam menumbuhkan dan meningkatkan rasa kebangsaan masyarakat di perbatasan.

         Untuk  pelaksanaan di lapangan 13 langkah strategis tersebut dapat berhasil apabila Pemerintah Daerah maupun Pusat  berupaya maksimal untuk merealisasikannya. Pihak TNI dalam hal ini Korem 161/WS selaku Kolakops Pamtas RI-RDTL sifatnya hanya membantu dan mendorong realisasi kegiatan tersebut.  Banyak yang sudah diupayakan oleh Satgas Pamtas RI-RDTL antara lain:
a.         Membantu perbaikan jalan (34 kali sejauh 6650 Meter)
b.         Membantu perbaikan saluran air (14 Kali)
c.         membantu pembuatan rumah adat ( 5 buah rumah).
d.         Membantu perbaikan rumah ibadah (18 Kali).
e.         Melaksanakan Penghijauan/penanaman pohon (3130 batang pohon).
f.          Memberi bantuan kepada Panti asuhan.
g.         Melaksanakan Pengobatan gratis dan donor darah.
h.         Membantu bercocok tanam (ada 8 desa).
i.          Membantu mengajar (khusus di SD)
j.           Sosialisasi :
-   HIV/AIDS dan bahaya Narkotika (Kerjasama dengan Rumkitban)
-   Patok/Pilar Batas Negara (Kerja sama dengan Bakosurtanal)
-   Peternakan sapi dan perkebunan
            k.         Melaksanakan anjangsana dan komunikasi sosial kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan instansi lain yang berada di wilayahnya.
            l.          Mendorong Pemda untuk membuat pusat pertumbuhan ekonomi di perbatasan dengan mengajak pihak swasta.
            j.          Membantu Pemerintah Pusat menjalankan program-program dalam mengatasi rawan pangan yang terjadi di wilayah perbatasan.

5.         Program Aksi Pemberdayaan Ekonomi di Kawasan Perbatasan
            Bercermin pada permasalahan kawasan perbatasan dengan berbagai strategi konsepsional, aspek ekonomi menjadi departemen utama peningkatan ketahanan masyarakat. Oleh karena itu beberapa program aksi yang pragmatis dapat ditawarkan.

a.            Membangun Kelembagaan Produksi. Peran kita sebagai pelaku ekonomi di wilayah perbatasan adalah membangun operasi, merencanakan dan menyediakan barang dan jasa kebutuhan pokok yang diminta pasar. Pertanyaan kita adalah sudahkah kita memainkan peran ini? Kalau belum maka mari kita memulainya karena tidak ada kata terlambat. Salah satu aspek penting yang perlu dihindari dalam membangun kelembagaan operasi adalah fallacy of composition. Salah satu kebiasaan masyarakat kita adalah senang meniru usaha orang lain yang sudah berhasil. Contoh: ada orang memelihara ayam petelor. Ayam petelor itu berhasil mendatangkan banyak uang bagi si empunya. Semua orang di kampung menjual sawahnya untuk berbisnis ayam petelor. Akhirnya semuanya bangkrut karena terjadi over supply. Contoh lain: ada pemuda mengubah motornya menjadi ojek. Dia berhasil. Melihat keberhasilannya tersebut semua orang akhirnya membeli motor untuk ojek. Ketika semua orang sudah punya motor,  usaha ojek jadi repot. Penumpangnya tidak ada. Mungkin ini yang kita sebut poverty sharing (berbagi kemiskinan).

b.            Membangun Kelembagaan Keuangan. Salah satu kelebihan masyarakat kita adalah kekuatan fisik, kekar dan tegar, dengan pengetahuan yang cukup mereka dapat membaca peluang bisnis.  Di balik kekuatan itu, ada satu titik lemah yang sulit diatasi hingga kini, yaitu faktor modal uang untuk memulai atau mengembangkan bisnis. Saat ini lembaga perbankan sulit menjadi harapan pelaku usaha mikro untuk mengembangkan bisnis karena rata-rata usaha berskala mikro sangat tergantung pada musim, pencatatan yang tidak rapi, dengan segala jaminan yang tidak menentu. Kelembagaan keuangan yang dekat dengan pelaku bisnis mikro saat ini adalah koperasi simpan pinjam (KSP/Credit Union/CU). Pertanyaannya adalah siapa yang berani mempersiapkan kelembagaan seperti itu dengan jaminan dana  donasi yang cukup sebagai modal awal? Saat ini koperasi kredit yang dikembangkan berbagai pihak baik dari institusi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan lainnya telah menyentuh masyarakat banyak, tetapi kebanyakan tidak mempunyai keberlanjutan program yang baik.

            c.         Kelembagaan Pendampingan. Salah satu permasalahan masyarakat perbatasan adalah jauh dari informasi dan komunikasi. Informasi tentang produk,        barang dan jasa, kualitas dan kuantitas, harga dan ketersediaannya sangat jauh       dari mereka. Siaran radio, berita koran, TV dan berbagi media lainnya jarang sekali sampai kepada mereka; kalau sampaipun sudah sangat terlambat. Kelembagaan pendamping ini menjadi penting karena diharapkan dapat menjadi informan, menjadi koran, menjadi radio, menjadi televisi atau menjadi telepon bagi masyarakat perbatasan. Untuk bidang ekonomi, saat ini banyak sarjana lulusan PT yang belum tertampung dalam dunia kerja, mereka dapat diakomodir dalam          kelembagaan pendampingan. Perlu kebijakan menempatkan pegawai negara di desa-desa sehingga mereka dapat memainkan peran sebagai pembaharu, dinamisator dan motivator pembangunan di desa-desa kawasan perbatasan.

            d.         Pembaharuan Ketahanan Pangan. Ketahanan Pangan (food security)    mempunyai definisi yaitu  sebagai suatu kondisi ketersediaan pangan cukup bagi       setiap orang pada setiap saat dan setiap individu mempunyai akses untuk     memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi. Dalam definisi ini ketahanan        pangan dikaitkan dengan 3 faktor utama yaitu :
                        -           Ketersediaan pangan
                        -           Stabilitas ekonomi pangan
-           Akses fisik maupun ekonomi bagi individu untuk mendapatkan pangan
Keadaan pangan saat ini yang rentan mengarah kepada rawan pangan yang menyeluruh di wilayah perbatasan maka hal ini harus segera diresponsif oleh Pemerintah Pusat melalui Pemdanya beserta dengan stake holder  lainnya di wilayah NTT untuk segenap bersama-sama memperbaharui ketahanan pangan yang telah terbentuk sebelumnya. Baik melalui progam sosialisasi agribisnis yang ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat perbatasan maupun mengadakan program secara fisik yang mendukung terhadap ketahanan pangan. Contohnya :  pemberian bibit bahan pokok alternative yang lebih efektif (jagung, sagu dan sukun) sesuai dengan anomali iklim yang ada di daerah perbatasan  dengan kadar/kandungan positifnya senilai dengan beras serta dapat lebih menguntungkan dari padi selanjutnya bahan pokok alternatif ini dapat bertahan lama untuk dijadikan sebagai bahan makanan cadangan (food security stability).

      Penanganan kawasan perbatasan sangat kompleks dan bersifat lintas sektor serta lintas wilayah, sehingga dalam beberapa hal, dimungkinkan adanya keterkaitan program pembangunan lainnya baik yang bersifat komplementer ataupun pendukung. Oleh karena itu ke depan diperlukan suatu kebijakan khusus dalam membangun kawasan perbatasan RI - RDTL. Kebijakan tersebut kiranya dimulai dengan membuat rencana strategis (renstra). Tentunya renstra tersebut dimulai dengan tahap awal yaitu tahap pengamatan dan analisis  lingkungan internal dan eksternal; dilanjutkan dengan tahap perumusan strategi, yaitu perumusan visi dan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan; tahap implementasi strategi meliputi: program, anggaran dan prosedur serta tahapan monitoring dan evaluasi berupa pengukuran kinerja.

7.            Penutup

    Demikian tulisan tentang pemberdayaan wilayah pertahanan di perbatasan RI-RDTL guna membangun ketahanan sosial melalui pendekatan ekonomi.    Semoga bermanfaat untuk tugas-tugas kita ke depan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan ketahanan sosial masyarakat di wilayah perbatasan RI-RDTL.


 Kupang,              Nopember  2011

Komandan Korem 161/Wira Sakti




Edison Napitupulu
Kolonel Inf NRP 30459
 
 











DAFTAR PUTAKA


1.            Adisasmita, Rahardjo. 2000. Ekonomi Regional, Universitas Hasanuddin. Makassar.
2.            Anonim, 2011. KBRI di Dili Timor Leste dalam “Country Profile Republik Demokratik Timor Leste”.
3.            Anonim, 2011. Nusa Tenggara Timur dalam angka tahun 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi NTT.
4.            Anonym, 2008. Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
5.            Anonym, 2002. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
6.            Hutahayan, John Fresly. 2006. Revitalisasi Konsepsi Wawasan Nusantara. INOVASI Vol.6/ XVIII/Maret 2006.
7.            James, William. 2001. Globalization and Decentralization: The Gains from Open Domestic and International Trade. Hotel Borobudur, 3 April 2001. http//www.PEGAGUS.or.id
8.            Ola, Thomas. 1998. Kapet Mbay, Opini Pos Kupang, 3 Oktober 1998.
































 KOMANDO DAERAH MILITER IX/UDAYANA                                          
KOMANDO RESOR MILITER 161/WIRA SAKTI
















PEMBERDAYAAN WILAYAH PERTAHANAN DI PERBATASAN
RI – RDTL GUNA MEMBANGUN KETAHANAN SOSIAL
MELALUI  PENDEKATAN EKONOMI



 














Oleh:
Edison Napitupulu
Kolonel Inf NRP 30459



Kupang,         Nopember  2011